BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Agama islam adalah satu-satunya agama
yang hak, yang benar di sisi Allah SWT. Agama islam adalah agama Allah yang
diwahyukan kepada para utusanNya lewat perantara malaikat jibril.
Agama islam yang kandungan ajarannya sangat
sempurna itu ditegakkan dalam tiang penyangga utama. Agama islam diturunkan
kepada umat manusia tiada tujuan lain kecuali untuk menuntun dan memberi
pedoman hidup, baik untuk perseorangan maupun bermasyarakat, hingga mereka
terbebas dari rasa kegelapan batin.
Al-qur’an merupakan
kitab suci yang sempurna di muka bumi ini,Al-qur’an adalah penyempurna
kitab-kitab terdahulu, dan digunakn sebagai pedoman hidup umat manusia terutama
kaum muslim, dan al-hadist sebagai sunnahnya.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Adapun
Rumusan masalah dalam makalah ini antara lain :
1. Bagaimanakah
pendidikan islam pada masa pertumbuhan ?
2. Masalah-masalah
apa yang timbul dalam pengajaran AL-Qur’an ?
C.
TUJUAN
Adapun
tujuan kami dalam penulisan makalh ini adalah
1. Sebagai
salah satu tugas presentasi mata kuliah sejarah pendidikan islam semester IIB
prodi PAI.
2. Menambah
ilmu pengetahuan tentang sejarah pendidikan islam
3. Bertukar
pendapat sejarah pendidikan islam
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENDAHULUAN
khalifah yang empat (
khulafa’ur rasyidin ; Abu bakar, umar, utsman, dan Ali ) ( 632-661 M) dan
berkelanjutan hingga akhir kekuasaan bani umayyah ( 661-750 M ), yang diwarnai
dengan berkembangnya ilmu-ilmu naqliah.
Masa pemerintahan khalifah Abu Bakar
adalah dua tahun ( 11-13 H ) ( 632-634 M ), Umar bin khathtab memerintah selama
10 tahun ( 13-23 H ) ( 634-644 M ), Utsman bin affan memerintah selama 12 tahun
( 23-35 H ) ( 644-655 M ). Ketiganya menjadikan madinah sebagai pusat
pemerintahan. Selanjutnya Ali bin Abi Thalib memerintah selama 6 tahun ( 35-40
H ) ( 655-660 M ) dengan pusat pemerintahan dipindah ke kufah. Kedudukan Ali
sebagai khalifah kemudian digantikan oleh putranya yang bernama Hasan bin Ali
selama beberapa bulan, namun untuk menghindari pertumpahan darah diantara kaum
muslimin agar tidak berkelanjutan maka ia serahkan semua kekuasaan kepada
Muawiyah pada tahun 41 H/661 M sehingga tahun ini dikenal dengan ‘am
al-jama’ah. Maka terbuktilah yang disabdakan Rasulullah kepada Hasan bin Ali berikut “ Sesungguhnya cucuku ini adalah seorang
pemimpin, kelak Allah akan menjadikannya sebagai orang yang menyatukan dua
kelompok besar di dalam tubuh umat islam “
( HR.Amad,Bukhari, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Nasai ).
Kekuasaan Bani umayyah berumur kurang
dari 90 tahun. Ibu kota negara dipindahkan Muawiyah ke syam ( Damaskus).sedang
pendiri dinasti umayyah di Andalusia ( spanyol ) adalah Abdurrahman bin
Muawiyah bin Hisyam bin Abdul Malik dengan pusat pemerintahan di qurthubah atau
cordova ( kordoba ) spanyol.
Wilayah kekuasaan islam pada awal
pemerintahan khalifah Abu Bakar Ash-shiddiq masih di jasirah Arab dan
pengembangan kekuasaan belum terlihat karena belia beliau masih diprioritaskan
menumpas gerakan para nabi palsu sepeninggal Rasulullah. Seperti Tulayhah dan
musailamah. Mereka beranggapan bahwa wafatnya Rasulullah tidak ada lagi
keterikatan dengan islam. Mereka tidak mau
mengimani lagi kerasulan Muhammad. Ditandinginya dengan megangkat
dirinya sebagai nabi. Oleh karena itu, mereka juga tidak mau lagi membayar
zakat dan tidak mau menaati syariat islam lainnya.
Untuk menjawab tantangan ini,
ditugaskanlah khalid bin walid untuk menumpas gerakan nabi palsu Tulayhah,.
Walaupun lari ke syria, Tulayhah tetap dikejar sampai ia mencabut pernyataan
kenabiannya dan bersedia membayar zakat kembali.
Pengejaran terhadap nabi palsu
Musailamah, dipimpin oleh khalid bin walid dengan bantuan wahsyi, tombaknya
berhasil menumpas musailamah. Dan dalam perang uhud, wahsyi masih memihak kafir
Quraisy Mekkah. Saat itu tombaknya diarahkan pada paman Rasulullah yaitu hamzah
hingga gugur. Dan setelah masuk Islam tombaknya digunakan untuk membinasakan
musailamah.
B.
PENDIDIKAN
ISLAM MASA PERTUMBUHAN
Pendidikan islam pada masa pertumbuhan
dan perkembangannya, juga pada masa-masa berikutnya, mempunyai dua sasaran ,
yaitu pertama generasi muda dan masyarakat bangsa lain yang
belum menerima ajaran islam. kedua yaitu
penyampaian ajaran islam dan usaha internalisasinya dalam masyarakat bangsa
yang baru menerimanya yang dalam islam lazim disebut sebagai dakwah islami. Sedangkan
dalam artinya yang pertama, yaitu pewarisan ajaran islam kepada generasi
penerus disbut sebagai pendidikan islam.
Setiap
pasukan kaum muslimin menguasai suatu daerah , sebagian sahabat mendapat tugas
untuk menyampaikan ajaran islam kepada penduduk . dan mereka menjadi pihak
yang berperan sebagai pendidik dan
guru-guru agama,sehingga timbul sebagai pusat-pusat pendidikan islam diluar
madinah, dengan sahabat-sahabat terkenal sebagai gurunya.
1.
Pusat-pusat
pendidikan islam
Meluasnya
daerah kekuasaan islam dibarengi dengan usaha penyampaian ajaran islam kepada
penduduknya oleh para sahabat, baik yang ikut sebagai anggota pasukan maupun
kemudian yang dikirim oleh khalifah dengan tugas khusus mengajar dan mendidik.
Dan diluar madinah, berdirilah pusat-pusat pendidikan dibawah pengurusan para
sahabat yang kemudian dikembangkan oleh para penggantinya ( tabi’in ) dan
seterusnya.
Madrasah- madrasah yang
terkenal pada masa pertumbuhan diantaranya adalah :
a.
Madrasah
Mekah
Guru
pertama yang mengajar dimekah adalah Mu’adz bin jabal. Dialah orang yang
mengajarkan Al-qur’an , hukum halal dan haram dalam islam.
b. Madrasah madinah
Madrasah
madinah ini lebih termasyhur, karena disanalah tempat khalifah Abu Bakar , Umar
dan Utsman, dan disana pula banyak tinggal sahabat-sahabat nabi. Diantara
sahabat yang mengajar di madrasah madinah ini adalah umar bin khatab , Ali bin
abi thalib, zaid bin tsabit dan abdullah bin umar. Zaid bin tsabit adalah
seorang ahli qira’at dan fikih, dan beliaulah yang mendapat tugas menulis kembali
Al-qur’an baik di zaman Abu bakar maupun di zaman ustman bin Affan.sedangkan
Abdullah bin Umar adalah seorang ahli Hadist.setelah ulama-ulama sahabat wafat,
digantikan oleh murid-muridnya.
c.
Madrasah
Basrah
Ulama
sahabat yang terkenal di Basrah ini adalah Abu Musa Al-Asyari dan Anas bin
malik. Abu musa terkenal sebagai ahli fiqh, hadist dan ilmu Al-qur’an,
sedangkan Anas bin malik termasyhur dalam ilmu hadist. Setelah ulama-ulama
sahabat wafat, digantikan oleh murid-muridnya ( tabi’in ).
d.
Madrasah
rujah
Ulama
sahabat yang tinggal di kufah ialah Ali bin Abi thalib dan Abdullah bin mas’ud.
Ali bin abi thalib mengurus masalah politik dan urusan pemerintahan, dan ibnu
mas’ud sebagai guru agama dan utusan resmi khalifah umar untuk mengajar di
kufah. Beliau adalah seorang ahli tafsir, ahli fiqh dan banyak meriwayatnya
hadist-hadist nabi.
e.
Madrasah
damsyiq
Setelah
negeri syam ( syria ) menjadi bagian negara islam dan penduduknya banyak yang
memeluk agama islam, maka khalifah umar bin khaththab mengirimkan tiga orang
guru agama ke negeri syria yaitu: Muadz bin jabal, Ubadah dan Abu Darda, dan
ketiganya mengajar ditempat-tempat yang
berbeda.yaitu Muadz bin jabal di palestina, Ubadah di Hims, dan Abu darda di
Damsyiq.dan akhirnya mereka di gantikan oleh murid-muridnya ( tabi’in ).
Akhirnya madrasah ini melahirkan imam penduduk syam yaitu Abdurrahman Al-Auza’i
yang sederajat ilmunya dengan imam malik dan imam abu hanifah.
f.
Madrasah
fistat ( Mesir )
Sahabat
yang mendirikan madrasah dan menjadi guru di mesir adalah Abdullah bin Al-Ash
dan beliau adalah seorang ahli hadist. Ia tidak hanya menghafal hadist-hadist
yang di dengarnya dari Nabi Muhammad SAW, melainkan menuliskannya dalam
catatan, sehingga dia tidak lupa atau khilaf.
2.
Pengajaran
Al-qur’an Masa Pertumbuhan
Masalah
yang dihadapi para sahabat dalam pengajaran Al-qur’an adalah bahwa Al-qur’an
secara lengkap dan sempurna masih ada dalam hafalan umumnya para sahabat, dan
belum terkumpul dalam satu mushaf sebagai mana sekarang. Yaitu masih dalam
bentuk tulisan-tulisan yang berserakan yang ditulis oleh para sahabat yang
pandai menulis atas perintah Nabi Muhammad SAW selama proses penurunan
Al-qur’an.
Dengan
meninggalnya sebagian sahabat yang hafal Al-qur,an , berarti semakin
berkurangnya nara sumber. Kwatir akan hal itu Umar lalu membicarakannya dengan
khalifah Abu Bakar, dan terjadilah dialog sebagai berikut :
Umar
berkata kepada Abu Bakar , “ dalam
peperangan yamamah para sahabata yang hafal AL-Qur’an telah banyak yang gugur,
saya kwatir akan gugurnya para sahabat yang lain dalam peperangan selanjutnya
sehingga ayat-ayat Al-Qur’an itu perlu dikumpulkan.”
Dan
ia berulang kali memberikan alasan-alasan kebaikan pengumpulan AL-Qur’an ini ,
sehingga Allah membukakan hati Abu Bakar untuk menerima pendapat umar itu. Dan
kemudian Abu Bakar memanggil zaid bin tsabit dan berkata kepadanya, “ umar ini mengajakku mengumpulkan AL-Qur’an.”
Lalu diceritakannya segala pembicaraan yang terjadi antara dia dengan umar.
Abu
bakar mengataknan kepada zaid bahwa dialah orang yang dipercaya dan pemuda yang
cerdas dan dialah seorang penulis wahyu yang selalu disuruh rasulullah, tetapi
zaid merasa kerjaan itu sangatlah berat dia lebih memilih memindahkan bukit
dibanding mengumpulkan AL-Qur’an yang diperintahkan Abu Bakar.
Zaid
yang tadinya menolak karena hal itu tidak pernah diperbuat oleh nabi Muhammad
akhirnya karena alasan-alasan kebaikan mengumpulkan ayat-ayat AL-Qur’an
sehingga membukakan pintu hati zaid. Dan kemudaia dia mengumpulkan ayat-ayat
AL-Qur’an dari pelepah kurma, daun-daun batu, tanah keras, tulang unta atau
kambing dan dari sahabat-sahabat yang hafal AL-Qur,an.
Dalam
usaha pengumpulan ayat-ayat AL-Qur’an itu zaid bin tsabit bekerja sangat
hati-hati dan teliti. Walaupun ia hafal sepenuhnya seluruh ayat-ayat AL-Qur’an
tetapi ia masih memandang dan perlu mencocokkan kembali hafalannya dengan
hafalan para sahabat yang lain. Dalam hal ini ia dibantu oleh beberapa orang
sahabat lainnya yang hafal AL-Qur’an,
yaitu Ubay bin ka’ab, Ali bin Abi thalib dan Utsman bin Affan. Setelah
terkumpul dan tersusun menurut susunan dan urutan sebagaiman yang ada dalam
hafalan mereka dan kemudian dituliskan kembali dalam lembaran-lembaran yang
seragam , dan diikat dalam satu mushaf. Setelah selesai lalu diserahkan kepada
Abu Bakar dan setelah beliau wafat, naskah tersebut diserahkan kepada Umar dsn
ketika umar wafat, naskah tersebut disimpan oleh Hafshah binti umar.
Pada
waktu itu pengajaran AL-Qur’an pada mereka yang baru masuk islam masih
berlangsung secara hafalan. Para sahabat membacakan ayat-ayat AL-Qur’an untuk
kemudian dihafalkan oleh mereka yang belajar. Dan para sahabat juga menjelaskan
seperlunya tentang arti dari ayat-ayat tersebut.
Ada
problema yang muncul dalam pengajaran AL-Qur’an, adalah masalah pembacaan (
qira’at ). Al-qur,an adalah bacaan dalam bahasa Arab, jadi mereka yang tidak
berbahasa Arab harus menyesuaikan lidahnya dengan lidah orang Arab.
Problematika
qira’at tersebut semakin nampak setelah terjadi komunikasi antara kaum muslimin
dari satu daerah dengan daerah lainnya, yang mendapat pelajaran AL-Qur’an dari
para sahabat-sahabat nabi yang lainnya. Para sahabat tersebut mengajarkan
AL-Qur’an menurut bacaan ( Qira’at )dengan dialek (lahjah) masing-masing.
Penggunaan lahjah yang berbeda ini tidak menjadi masalah dalam lingkungan kaum
muslimin yang berbahasa Arab. Tetapi setelah AL-Qur’an diterima dan dihafal
kaum muslimin yang tidak berbahasa Arab, maka kaum muslimin dari satu daerah
yang diajar dengan menggunakan satu dialek, akan merasa asing dengan bacaan
AL-Qur’an kaum muslimin yang berasal dari daerah lainnya yang menggunakan
dialek yang berbeda, yang tentunya akan membingungkan mereka. Dan kemudian
timbul bahwa bacaan mereka yang benar dan bacaanyang lainnya salah. Dan mereka
saling mempertahankan pendapat mereka masing-masing tentang kebenaran dalam
membaca AL-Qur’an.
Sahabat
yang memperhatikan adanya pertikaian umat islam dalam hal pembacaan ayat
AL-Qur’an mula-mula adalah Hudzaifah bin yaman, sewaktu ia ikut dalam
pertempuran di Armenia dan Azerbaijan. Selama dalam perjalanannya, ia mendengar
pertikaian antara kaum muslimin tentang bacaan AL-Qur’an. Setelah kembali ke
madinah, hudzaifah segera menemui khalifah utsman, dan mengusulkan agar
khalifah segera mengatasi perselisihan diantara umat islam dalam hal pembacaan
AL-Qur’an tersebut.
Khalifah
utsman meminjam naskah atau lembaran-lembaran AL-Qur’an untuk ditulis kembali
oleh panitia yang sengaja ditunjuk olehnya. Panitia tersebut diketuai oleh zaid
bin tsabit ( penulis mushaf pada masa Abu bakar juga penulis ayat-ayat
AL-Qur’an pada masa Nabi ).
Dalam
tugas menuliskan AL-Qur,an tersebut , utsman menasihatkan kepada panitia untuk
: (1 ) mengambil pedoman kepada bacaan meeka yang hafal AL-Qur’an, (2) kalau
ada pertikaian antara mereka tentang bacaan tersebut, maka haruslah dituliskan
menurut dialek suku Quraisy, sebab AL-Qur’an itu diturunkan menurut dialek
mereka.
AL-Qur’an
yang telah dibukukan itu di namai Al-Mushaf, dan oleh panitia dibuat 5 (lima )
buah mushaf. Kemudian dikirimkan oleh khalifah masing-masing ke mekkah, syria,
Bashrah dan kufa. Khalifah utsman memerintahkan agar catatan-catatan yang ada
sebelumnya dibakar, dan supaya umat islam berpegang kepada mushaf yang lima
itu. Baik dalam bacaan maupun penyalin berikut.
Sejak
itulah pengajaran AL-Qur’an secara berangsur-angsur menjadi satu sebagaiman yang
tertulis dalam mushaf, danselainnya ditetapkan tidak sah dan akhirnya
ditinggalkan.
Guru
AL-Qur’an telah mengusahakan untuk memudahkan pengajaran AL-Qur’an bagi kaum
muslimin yang tidak berbahasa Arab, antara lain yaitu :
a. Mengembangkan
cara membaca AL-Qur’an dengan baik yang kemudian melahirkan ilmu tajwid
AL-Qur’an.
b. Meneliti
cara pembacaan AL-Qur’an ( qira’at ) yang telah berkembang pada masa itu,
mana-mana yang sah yang sesuai dengan mushaf dan mana-mana yang tidak sah.
c. Memberikan
tanda-tanda baca dalam tulisan mushaf sehingga menjadi mudah dibaca bagi mereka
yang baru belajar membaca AL-Qur’an.
d. Memberikan
penjelasan tentang maksud dan pengertian yang dikandung oleh ayat-ayat
AL-Qur’an yang di ajarkan yang kemudian menjadi ilmu tafsir.
Pengajaran
bahasa Arab, dengan kaidah-kaidahnya, selalu menyertai pengajaran AL-Qur’an
kepada kaum muslimin non-Arab, dengan tujuan agar mereka mudah membaca dan
kemudian mudah memahami AL-Qur’an yang mereka pelajari.
Dalam
berijtihad, kemudian berkembang dua pola. Ahlul
Hadist dalam memberikan ketetapan hukum sangat bergantung pada
hadist-hadist Rasulullah. Pola yang kedua adalah pola yang dikembangka oleh Ahlur Ra’yi, mereka ini karena
keterbatasan hadist yang sampai pada
mereka dan terdapatnya banyak hadist-hadist palsu, hanya menerima hadist-hadist
yang shahih saja.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari
uraian diatas dapat kami simpulkan bahwa :
Wilayah kekuasaan islam
pada awal pemerintahan khalifah Abu Bakar Ash-shiddiq masih di jazirah Arab dan
pengembangan kekuasaan belum terlihat karean beliau masih memprioritaskan
penumpasan gerakan para nabi palsu.
Pendidikan
islam pada masa pertumbuhan dan perkembangannya mempunyai dua sasaran, yaitu
generasi muda dan sasara kedua yaitu
penyampaian ajaran islam dalam usaha internalisasinya dalam masyarakat bangsa
yang baru menerimanya.
Problema
pertama yang dihadapi para sahabat dalam pengajaran Al-qur’an adalah bahwa
Al-qur’an secara lengkap pada umumnya masih dalam hafalan para sahabat.
B.
SARAN
Agama
islam adalah agama yang paling sempurna di muka bumi ini,dan agama islam
mempunyai kitab suci yaitu Al-Qur’an. Dan barang siapa membacanya adalah
ibadah,maka umat islam di dunia harus
berpedoman pada Al-qur’an dan hadist( yang sebagai sunahnya ).
DAFTAR
PUSTAKA
Mahmud
yunus, sejarah pendidikan di indonesia, jakarta : Mutiara sumber widya, 1992.
Zuhairini,
dkk, sejarah pendidikan islam, jakarta : Bumi Aksara, 1997.
No comments:
Post a Comment
mari berkomentar agar artikel atau yang lain selalu lebih baik